'Adek Maharnya Berapa?'

Akhir-akhir ini Aceh diguncang isu hangat. Bukan isu dilarang ngangkang oleh Walikota Lhokseumawe atau dilarang keluar malam bagi pelajar dan mahasiswa di kota Langsa. Tapi ini adalah bahasan bertahun-tahun lalu yang tidak pernah basi untuk diungkapkan. Mahar.

Ya, mahar yang menjadi salah satu rukun nikah adalah hal yang tidak.habis untuk dibincangkan. Apalagi bagi anak-anak muda yang sudah cukup umur dan kuasa untuk menjalankan sunnah Nabi Muhammad saw, menikah.

Namun, urusan menikah di bumi Sultanah Sri Safiatuddin Syah ini bukan bukan perkara gampang. Mata uang Aceh yang berasal dari Dirham atau emas menjadikan beban tersendiri bagi masyarakat, khususnya pemuda untuk meminang calon jodoh mereka.

Pada zaman kerajaan dulu, ditiap-tiap daerah atau kerajaan kecil di Aceh. Harga mahar ditentukan oleh tingkatan keluarga. Anak raja memiliki nominal mahar paling tinggi. Anak hulubalang dibawahnya. Dan mahar terendah adalah dengan menikahi rakyat jelata.

Sebut saja daerah Aceh Utara, perempuan dilamar dengan mahar 15 mayam untuk ukuran Rp 1.790.000,- / mayam emas. Belum lagi jika dia keturunan keluarga terpandang, bsa sampai 26 mayam.

Di Pidie, untuk perempuan kelas A harga maharnya antara 50-60 mayam emas. Kelas C saja masih tergolong berat, 15 mayam. Begitu juga dengan daerah-daerah lainnya.

Namun, ada perbedaan adat dalam hal pemberian emas di Aceh. Daerah pantai Barat Selatan, seperti daerah Tapaktuan dan sekitarnya, perempuan dilamar cukup dengan 6 mayam saja.

Murah? Eits, jangan berpikir murah dulu. Sang calon pengantin laki-laki harus memberikan isi kamar dan uang hangus pada calon perempuannya juga. Isi kamar itu meliputi lemari, tempat tidur, meja rias, kipas angin atau AC. Pokoknya yang berhubungan dengan kamar pengantin, semua ditanggung oleh mempelai laki-laki. Begitu juga pemberian uang hangus setelah selesai akad nikah. Untuk uang hangus sendiri, jumlahnya ditentukan oleh pihak perempuan. Jadi selain mahar, ada kebutuhan lain yang harus dipenuhi agar mereka disetujui menjadi suami istri.

Namun, untuk daerah timur seperti Pidie, Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, Langsa dan daerah lainnya, pengantin pria hanya perlu memberikan mahar sebagai tanda jadi anak perempuan itu dinikahinya. Sedangkan isi kamar itu biasanya telah dipersiapkan oleh keluarga dari pihak perempuan. Usai akad nikah, sang keluarga istri langsung memberikan satu kamar tidur yang lengkap bagi keduanya.

Makanya kenapa ada perbedaan mahar yang begitu besar diantara dua lintasan daerah ini. Meskipun demikian, tetap saja ulasan nikah dan mahar menjadi beban pikiran bagi para mempelai. Tak hanya perempuan yang bingung akibat terlalu lama tidak ada keputusan kapan menikah, laki-lakipun bingung bagaimana mengais rupiah untuk menggenapkan lima rukun nikah.

Meski dalam Islam telah jelas disebutkan bahwa perempuan yang paling baik itu adalah yang maharnya paling rendah. Bukan maksud untuk merendahkan harga perempuan, namun bagaimana dia bisa mengabdi pada suaminya tanpa menuntut banyak hal saat berumah tangga.

Lihat saja siti Fatimah yang dinikahi oleh Saiyidina Ali dengan Mahar satu baju pelindung tubuh saat perang, 200 dirgm dan surat Al Fatihah. Mahar yang sangat sederhana dibanding 16 mayam emas. Namun, keluarga tersebut menjadi teladan bagi keluarga yang lain. Fatimah tidak menuntut banyak pada Ali, karna dia tau kondisi sang suami saat menikahinya hanya bermodal bacaan surat Al Fatihah. Namun bacaan ayat Al-Qur'an itulah yang menguatkan rumah tangga keduanya.

"Jadi, Adek maharnya berapa?"
Dan aku hanya bisa tersenyum jika ada yang bertanya seperti itu.