Beberapa waktu lalu, admin @iloveaceh mengunjungi
daratan Takengon. Jadi teringat saat berkunjung ke tempat penghasil kopi di
Aceh ini. Awal November 2012 lalu, saya pergi ke sana bersama mama saya.
Bertolak dari Kota Bireueun pukul 08.00 Wib, kami naik angkutan antar kota,
L300 menuju ke Takengon.
Melewati jalanan sempit dengan yang dipagari oleh
gunung dan jurang menjadi pengalaman tersendiri bagi saya. Belum lagi hampir
sepanjang perjalanan saya seperti berjalan di atas badan ular, karna jalanan di
sana berkelok-kelok layaknya badan ular.
Tepat tengah hari, Saya dan Mama sampai di daratan
tinggi Gayo tersebut. Di sambut hawa dingin yang sangat berbeda dengan cuaca di
Banda Aceh, membuat saya segera mengeluarkan jaket dari dalam tas. Langsung
memakainya. Untuk hari itu pakai sepatu kets, sehingga kaki saya terlindung
dari hawa dingin. Brrr…
Tempat yang pertama kali kami kunjungi saat sampai ke sana adalah Mesjid Agung Takengon. Soalnya pas sampai sudah mulai zuhur, jadi mamak menyuruh nyari tempat untuk shalat dan beristirahat sejenak. Jadilah kami mencari kendaraan di dalam kota. Dan lagi-lagi kendaraan yang paling diminati adalah... Becak mesin. Hahahaha.
Becak mesin menjadi pilihan karna harga sewanya murah. Alasan klise kali ya karna ngak ada motor untuk berkeliling kota di atas awan itu. Hahaha. Lagipula, naik becak mesin sama halnya seperti naik motor. Bisa melihat alam sekitar selama mengelilingi kota. Pun masih bisa celingak-celinguk untuk ngambil beberapa foto pemandangan di kota tersebut.
Oke, lanjut lagi! Setelah bernegosiasi dengan abang becak, menentukan harga dan menentukan rute wisata yang akan dituju. Akhirnya, si Abang becak membawa kami ke Mesjid Agung di Takengon. Jaraknya tidak terlalu jauh dari pangkalan L300 tempat kami turun. Tidak sampai sepuluh menit, kamipun sampai di sana.
Mesjid itu hampir sama dengan Mesjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh. Sama-sama mempunyai halaman yang luas. Meskipun lebih luas mesjid di Banda Aceh sih, tapi cukup luas untuk mesjid-mesjid lain di Takengon. Mesjid Agung itu terletak di dekat kantor bupati. Dari sebelah kiri (saat masuk ke halaman mesjid) saya bisa melihat pemandangan kota takengon dan gunung yang bertulis 'Gayo Highland'. Keren banget deh!
Setelah menunaikan shalat Zuhur, saya dan mama langsung mencari tempat makan. Lapar! Kamipun memilih rumah makan yang berada tepat di seberang jalan mesjid tadi. Yang unik di sini adalah jangan pernah memesan minuman dingin atau minta es pada penjual makanan. Karna memang di daerah ini tidak menyediakan minuman dingin dan juga es batu. Jadi minuman atau apapun memang disajikan secara hangat-hangat kuku.
Waktu itu, penjual toko sempat tersenyum saat saya memesan teh dingin. "Ngak ada es dek," begitu jawabnya. Sayapun heran. "Ini udah dingin, apalagi minum dingin. Tunggu aja bentar lagi, dingin sendiri," ujar mama. Iya juga sih. Ngak lama setelah diletakkan di meja, air teh hangatpun berubah jadi teh dingin. Namanya juga ke tempat dingin, ngapain es lagi, ujarku dalam hati.
Pukul 14.00 Wib, si Abang becak yang sudah dicarter tadipun menjemput kami di mesjid tadi. Sesuai perjanjian, kami membayar Rp 60.000,- untuk berkunjung ke beberapa tempat wisata di sini. Destinasi pertama adalah Pemandian Air Panas yang terletak di Kabupaten Bener Meriah, itu artinya kami kembali ke belakang. Hahaha..
Karena selama perjalanan naik mobil saya tidur, jadilah kepala saya mundur ke belakang. Pergilah kami ke Pemandian Air Panas. Di sinilah saya bisa melihat kebun-kebun kopi sepanjang perjalanan ke tempat tujuan. Tanaman kopi itu ditanam di kebun yang terletak di pinggiran jalan.
Perjalanan ke pemandian air panas itu membutuhkan waktu sekitar 45 menit. Dengan kecepatan kurang tau juga sih abang becak ngebut apa ngak. Yang jelas pegunungan dan jurang yang dalam banget menghiasi perjalanan hari itu.
------bersambung---
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih untuk komentar kamu. ☺♥